Tuesday 31 March 2015

Lombok : Batu Payung

Setelah dari Lombok Timur, hari itu juga kita ke Lombok Tengah bagian selatan tepatnya di daerah Tanjung Aan. Pantai ini punya pasir yang cukup unik karena ukurannya yang lumayan besar, terkenalnya sih pasir merica. Karena pasirnya nggak sepadet seperti pasir pantai biasanya jadi bersiaplah untuk 'dihisap' pasir karena kaki kita langsung amblas beberapa centi. Bersiap untuk membersihkan sandal/sepatu yang kita pake.


Pantai Tanjung Aan ini sebenernya sekomplek sama pantai lain di deketnya, cuman karena kita mau ke Batu Payungnya jadi lewatnya sini aja, nggak mampir ke pantai lain yang masih sekomplek.


Dari pantai ke Batu Payung nggak butuh banyak waktu, hanya sekitar 10-15 menit dengan perahu yang bisa di sewa di pinggir pantai. Setelah menepi, bukan pasir-pasir yang akan kita temui, tapi semacam batu karang dan tumbuhan laut yang melambai-lambai *da saya lupa namanya apa padahal sudah dibilangin ama temen. Jadi hati-hati ya, beberapa batu licin dan karangnya ada yang tajem-tajem ujung-ujungnya.


Nah ini penampang lebih besarnya lagi, semacam sawarna apa ya, pantainya batu-batu dan karang.


Di sepanjang jalan kita disuguhi tebing-tebing cantik macam ini.


dan ini tentunya...


Kalo batu yang satu ini udah jadi ikon nya Batu Payung. Jadi kebanyakan pada foto dengan latar belakang batu ini deh. Mungkin dulunya batu ini menyatu dengan tebing yang ada di sampingnya, sampai proses alam memisahkan keduanya dan si batu ini tetap aja berdiri sendiri meskipun terkadang ombak besar mengenainya.

Itu ombak yang kelihatan di depan, adalah ombak laut selatan. Dari suaranya aja udah kerasa kalo ombak laut selatan. Kenceng dan bergemuruh dengan buih-buih putih yang memecah bebatuan di pantainya. 


Foto : Yohanda, Immash
Liputan : Immash

Sunday 29 March 2015

Lombok : Lombok Timur

Giliran Lombok Timur yang kita eksplore hari berikutnya... :D Sebenernya tujuan utamanya di Pantai Pink sih, tapi sekalian jalan ke gili yang ada di sekitarnya. Penginapan kita kan ada di kawasan senggigi, saya kira bakalan lewat jalur darat ke Pantai Pinknya, tapi ternyata kita lewat jalur darat+laut. Dari Senggigi ke Tanjung Lor butuh waktu sekitar 1-1,5 jam lewat darat. Lanjut dari Tanjung Lor ke Pantai Pink dan gili di sekitarnya via laut dengan perahu mesin.


Berangkat dari Tanjung Lor menuju gili-gili di sekitarnya plus Pantai Pink. Lautnya masih lumayan tenang, tapi sayang lagi pasang, jadi Gili Pasir -semacam pulau pasir di tengah laut atau gusung- nggak kelihatan, hanya sebagian pasirnya aja yang masih ada di permukaan. Nggak jadi mampir deh ke Gili Pasir.



Selama perjalanan, karena kita emang niatnya mau mampir-mampir plus menikmati pemandangan tebing hijau yang kece dan air yang menyejukkan mata telinga. Tinggal duduk di perahu aja, menikmati matahari yang cerah, hembusan angin yang semilir, dan pemandangan yang luar biasa. Masya Allah. 


Tuh kan tebingnya cantik-cantik..... >.< 


Setelah snorkeling di Gili Petelu, kita ke Pantai Pink yang emang jadi tujuan utama. Pasirnya dari kejauhan udah keliatan berwarna Pink, pasirnya halus, airnya bening dan masih sepi... horaaaayyyy.
Kami sampe gulung-gulung sama ombak sedang yang ada di Pantai Pink. Overall kami mencintai Lombok Timur :D


eh, ada satu lagi yang asik. makan ikan di pinggir pantai pink :), ikannya dibeli di Tanjung Lor- titik awal kita berangkat ke Gili-Gili dan Pantai Pink-, yang emang jadi pasar ikan di pagi hari, bisa dipastikan dong tu seafoodnya masih seger2. E iya, ini pak driver perahu kami yang baik hati. Karena udah menolong temen2 saya selama snorkeling, nunjukin spot yang kece, plus membakar ikan kita yang dibeli ama Fajar -guide- selama di Lombok-Sumbawa. 

Foto: Niken, Immash
Liputan: Immash

Sumbawa : Pulau Kenawa

Alhamdulillah akhirnya bisa berjumpa kembali di edisi baru... :D. Kali ini mimin mau share perjalanan pekan lalu di Lombok dan Sumbawa Nusa Tenggara Barat. Dan perjalanan ke Timur Indonesia semakin meneguhkan kalau Indonesia sungguh benar-benar cantik sekaliiiii ^_^

Hari pertama kita langsung menuju Sumbawa, dari Pelabuhan Kayangan Lombok Timur butuh waktu 1-1,5 jam dengan kapal ferry ke Pelabuhan Poto Tano.  Lalu melanjutkan perjalanan ke Pulau Kenawa, sekitar 15-20 menit dari Poto Tano.




Ini nih rombongan kali ini, banana potatona. Saat baru nyampe di Pelabuhan Poto Tano, Sumbawa. Barang bawaannya pada heboh-heboh yak :D


Setelah nyampe Poto Tano, kita transit dulu di depan Dinas Kelautan dan Peternakan Kab Sumbawa Barat, untuk menemui Pak Arif. Setelah perlengkapan siap (air dua galon, makanan) akhirnya kita menyeberang lewat dermaga kecil di dekat Dinas Kelautan dan Peternakan. O iya, karena Pulau Kenawa tidak berpenghuni, jadi siapkan perbekalan yang cukup ya. Nggak ada tukang bakso atau tukang sate lewat soalnya... hehe. 



Ini nih dermaga kecil yang akan menghubungkan Sumbawa dengan Kenawa, tuh kapal yang mengangkut kita kesana. Dan anak-anak kecil ini adalah salah dua ABK kapal lho... maksudnya mereka ikutan nganterin kita nyeberang. Ahh... asik sekali melihat anak-anak ini bersahabat dengan alam, jempolnya nggak sibuk mencet-mencet gadget.



Sampe di Kenawa udah agak gelap, jadilah kami segera mendirikan tenda. Kalo foto ini diambil lewat tengah malem, saat sang bimasakti lagi terbit di atas langit yang penuh bintang. Masya Allah



Karena kita lagi ada di Pulau tengah laut, langit jadi terlihat berbentuk kubah, tanpa penghalang dan polusi apapun. Selain langit yang penuh bintang, kita bisa menantikan sunrise yang nggak kalah cantik di Sisi Timur. Meski kemarin agak ketutup awan sih.


Salah satu hal yang tersohor di Kenawa adalah bukit hijaunya. Tuh keliatan kan dari tepi pantainya. Meski kayaknya gampang mendakinya dan memang tidak membutuhkan waktu yang lama, tapi untuk turunnya lumayan juga sih, karena agak curam dan tanah yang kita jejak kadang nggak bersahabat, Jadi harus tetap hti-hati ya.



Setelah menikmati sunrise, mendaki bukit, dan snorkeling akhirnya kita harus pergi juga dari kenawa yang cantik dengan sabana hijaunya. Beberes tenda dan perlengkapan plus memastikan tidak ada sampah yang tertinggal, kami pergi ke dermaga menanti jemputan.


Selamat tinggal kenawa! Airnya masih sangat jernih, menggemaskan, pengen nyebur pokoknya. :P
Tapi sayang sih, karena kayaknya perawatannya masih kurang. Menurut pengamatan saya, di sana sebenarnya ada beberapa gazebo yang emang sengaja dibangun namun sekarang sudah tidak terawat, jalan berpavingnya juga udah ketutup sama rumput-rumput. Semoga ada perawatan lanjut dari pengelolanya. 


Foto: Yohanda, Immash
Liputan : Immash

Wednesday 4 March 2015

Banyuwangi : Red Island

Masih episode Banyuwangi, setelah rombongan bingung mau kemana, akhirnya secara spontan diputuskanlah ke Red Island di daerah Selatan Kota Banyuwangi. Kalo dari Ijen sekitar 2 jam kalau lancar, tapi karena kemarin kami muter-muter (baca:nyasar) jadinya rada lama. Biaya masuknya dihitung per orang di gerbang masuk.


Langitnya nampak sendu, padahal aslinya nggak kok... nah, kursi-kursi malas warna merah itu nggak sembarangan didudukin, pas kita kesana dikenai biaya semacam 'sewa lahan'.


nah ini kamera yang lebih kece, menghasilkan langit cerah ceria, udara pantai yang khas dan kursi malas yang pas dinikmati sambil makan kelapa muda atau sekedar membiarkan angin pantai menyapa kulit.


Ini udah jadi landmarknya Pantai Merah nampaknya, sesuatu mirip pulau kecil #atau batu besar itu maksudnya.


Masih di kawasan Pantai Merah juga, ada semacam laguna pertemuan antara air tawar dan air laut, jadi mirip kolam renang tapi dengan kedalaman yang saya juga nggak tau sih. Namun ada juga beberapa orang yang main air di pinggiran 'kolam'.


Garis pantainya lumayan panjang, pasirnya lembut dan berwarna putih tulang atau krem gitulah. hehe

Overall recommended untuk dikunjungi ^_^


Foto : Yohanda, Immash
Liputan : Immash

Sunday 1 March 2015

Semarang : Sam Poo Kong

Episode semarang ada yang tertinggal, salah satu tempat yang bisa dikunjungi saat di Semarang selain gedung-gedung tuanya adalah Klenteng Sam Poo Kong. Klenteng yang konon adalah tempat untuk menghormati Laksamana Cheng Ho. Sosok yang kalau di Jawa timur terkenal dengan nama masjidnya yang ada di Surabaya dan Pasuruan, Masjid Cheng Ho.


Dari pinggir jalan raya kita bisa mengenalinya langsung dari cat merah menyala dan tentunya tulisan Sam Poo Kong yang dipasang besar-besar. Pas kita kesana lagi rame-ramenya pengunjung karena bertepatan dengan tanggal merah.


Sebelum masuk kawasan klentengnya, kita dikenakan biaya masuk 3rb rupiah per orang untuk turis lokal. Jangan lupa antri yaaa


Kawasan ini terdiri dari beberapa bangunan, yang di foto atas adalah salah satu bangunan yang bisa digunakan pengunjung umum. Kalo dua yang lainnya tertutup untuk umum kecuali bagi yang sembahyang di sana. Di tengahnya ada semacam plaza luas yang juga digunakan pengunjung berfoto ria.


Ini penjelasan yang terdapat di patung cheng ho, atau penulisannya di sini zheng he. Satu-satunya patung paling besar di sana.


Ini salah satu bangunan yang tidak dibuka untuk umum, karena hanya digunakan untuk pengunjung yang sembahyang/ melakukan ritual.


Salah satu patung yang terletak di tengah plaza bersama beberapa patung lainnya. Yang tidak kami temukan ini sebenernya patung siapa, karena cuma ada tulisan semacam donasi dari seseorang.


Senja di Sam Poo Kong cukup cantik, sambil menunggu petang emang kita sengaja masih gelosoran di sana sambil mengamati orang yang berlalu lalang.

Foto : Immash, Niken
Liputan : Immash

Banyuwangi : Kawah Ijen (2)

Masih lanjutan dari edisi Ijen (1)


Nah, kalo yang ini 'oleh-oleh' belerang yang bisa dibawa pulang, harganya cukup terjangkau. Saya kemarin beli dua kura-kura mini 5rb perak. Bisa ditemui sepanjang perjalanan pendakian. 



Nah, ini jalan setapak yang dekat dengan kawah, sekitar 1 km kita melewati jalur yang semacam ini. Jadi hati-hati sama yang sebelah kiri ya. Di beberapa titik terlihat tanahnya sedikit longsor. Tapi pemandangan menyejukkan mata waktu turun sedikit mengobati kaki-kaki yang mulai berkonde. 


Tuh kan, Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu distakan?


Rehat sebentar di Pos Bunder, di sini kamu bisa beli minuman, makanan, ke toilet atau sekedar duduk-duduk aja buka bekel yang kita bawa.


Perjalanan di lanjut setelah duduk bentar di Pos Bunder, dan kita berpapasan dengan ... tandu manusia #eh. Apa ya istilahnya? intinya karena ada pengunjung yang sepertinya tidak sanggup mendaki, jadi ada jasa khusus untuk mengantar mereka dari bawah sampai ke kawah. 


ini nih yang harus dibudayakan, jangan buang sampah sembarangan. Karena terlihat juga di sana-sini beberapa sampah nangkring dengan enaknya. Jadilah turis, traveler, explorer yang menjaga tempat yang kita kunjungi.

Foto : Syarif
Liputan : Immash

Banyuwangi : Kawah Ijen

Holaaa, edisi baru kali ini tentang Ijen. Sebuah kawah yang konon kabarnya memiliki blue fire yang hanya bisa diliahat jelang dini hari. Tapi... kita belum sempet untuk menyaksikan secara lebih dekat karena himbauan salah satu guide yang berujar tentang kemanan yang kurang terjamin. Dan ternyata malah beberapa hari setelah kami mendaki malam hari untuk melihat blue fire, ada himbauan kalo mendaki malam hari ditutup sementara karena aktifitas gas yang lebih berbahaya pada malam hari. So, lebih baik jika ingin ke Ijen dicek dulu aja tentang izin pendakiannya ya, biar lebih aman. Kalo mimin kemarin sempet tanya beberapa hari sebelum fix ke Ijen, ke salah satu provider paket wisata Banyuwangi (meskipun kita nggak pake paket wisatanya), Yuk Banyuwangi (Pin BB: 536DDDD0) tentang pendakian malam hari. In syaa Allah dijawab dengan sukacita oleh CS nya, hehe. Makasih CS Yuk Banyuwangi atas infonya. :)



Sebelum memulai mendaki ke kawah ijen, semua pengunjung transit di Pos Paltuding yang merupakan pos akhir tempat parkir mobil. Jadi dari sinilah pendakian dimulai. Fasilitas cukup lengkap kok, ada musholla, warung makan, toilet. Jadi mending prepare dulu kalo belum makan atau butuh ke toilet, karena pos berikutnya cukup jauh dari Paltuding. (foto diambil waktu kita udah turun dari kawah ijen)



Kontur Jalan yang dilewati pendaki sudah cukup mudah sebenarnya, nggak sempit dan nggak becek (saat itu musim hujan). Tapi kadang ada beberapa jalan lobang atau pohon yang melintang di jalan. Jadi kalo mendaki malam, jangan lupa pake senter. Air minum juga jangan lupa, soalnya di sepanjang jalan nggak ada orang jualan air apalagi indom*ret. :P Kecuali pos bunder yang jaraknya sekitar 2 km dari Paltuding. 


Kalo menurut saya emang pasnya mendaki malam hari, selain adanya blue fire pas nyampe kawahnya. Keuntungan mendaki malam hari adalah kita tidak terlalu bisa melihat jalanan dengan jelas, jadi meskipun jalurnya nanjak hampir sepanjang perjalanan kita nggak begitu melihat tanjakan yang mungkin malah membuat kita semakin enggan untuk melangkah. Hehe


Blue Fire ada di bawah sana, kami hanya bisa memandangnya dari kejauhan. Bersama puluhan bahkan mungkin ratusan pendaki lainnya. Mengamatinya dari jauh sambil menunggu subuh datang.


Fajar semakin menyingsing, sebelumnya kita sudah sholat subuh duluan, meski di terjalnya bebatuan dan keramaian orang di sekitar kita. Karena yang namanya shalat ya harus tetap dijalankan to? apalagi nggak bisa dijamak kalo shalat subuh. 
Kawah hijau biru yang cantikpun segera menyambut pagi juga. Duduk sambil senyam senyum sendiri kali ya saya waktu itu, hehe. 


View yang lebih luas, kawah dikelilingi bukit batu berwarna pucat.


Ini nih salah satu penambang belerang tradisional yang tiap harinya ngangkut belerang dari kawah ke bawah sana, dengan berat hampir satu kwintal, bisa dibayangin keseimbangan dan kekuatan dari bapak-bapak penambang belerang yang ada di sana. Jangan lupa di sapa ya! :D



Matahari semakin naik, saatnya turun dari kawah. Ini jalan yang mengelilingi kawah dan yang bisa dilalui pengunjung dari jalur Paltuding. Waktu masih gelap, kami melihat beberapa orang terlihat duduk-duduk atau rebahan di sisi ini. 

Foto : Syarif, Rosiful, Immash
Liputan : Immash